Selasa, 27 Maret 2012

DITAWARKAN SEGALA MACAM BIBIT TANAMAN KERAS>>>>BERMINAT HUB. 085600674054 a/n ARYADI ( ARI )

PENAWARAN BIBIT JATI TAHUN 2015 >>>> JATI MERAH

Selamat datang di Dunia kami...
         

Kami di sini menawarkan Segala Jenis BIBIT Tanaman keras(hutan),segala jenis Tanaman Buah dan Tanaman Penghijauan. Kami juga menyediakan Jasa Pembuatan TAMAN untuk wilayah provinsi JAWA TENGAH. Harga yang kami ajukan bervariasi,Tergantung jumlah pembelian dan besar kecilnya bibit tersebut.

Adapun bibit2 yang kami tawarkan kepada anda.. sebagai berikut;;

·         JATI SUPER
·         JATI MERAH
·         JATI MAS
·         JATI SOLOMON
·         JATI BELANDA
·         MAHONI
·         TEREMBESI
·         JABON MERAH
·         JABON PUTIH
·         KETAPANG
·         ANGSANA
·         BERINGIN
·         SAWO KECIK
·         BIOLA CANTIK
·         TANJUNG
·         GAHARU
·         GLODOK TIANG
·         GLODOK BIASA
·         SENGON LAUT
·         MERANTI
·         BERBAGAI MACAM JAMBU BIJI
·         BERBAGAI MACAM JAMBU AIR
·         BERBAGAI  MACAM  POHON  CEMARA
·         DURIAN  MONTONG, TOKHONG, SUMATRA
·         PALEM MERAH, PUTRI, EKOR TUPAI, KUNING, RAJA, DLL.
·         KELENGKENG PINGPONG, DIAMOND, KRISTALIN,  DURIAN, ITOH, DLL.
·         MANGGA MANALAGI, HARUM MANIS, KELAPA, DLL.
·         SEMUA TANAMAN YANG BERSANGKUTAN DENGAN PEMBUATAN TAMAN..


Dan masih banyak lagi BIBIT yang kami sediakan untuk anda BERINVESTASI...
PESAN dan BUKTIKAN segera manfaat investasi di bidang pertanian!!


Segera hubungi kami di nomor ******* 085600674054 a/n ARYADI*******


HARGA BERSAING DENGAN YANG SUDAH ADA


v KETERANGAN :
Kami menawarkan segala jenis tanaman ( buah , penghijauan, dan hutan ). Kami mempunyai 2 cabang di wilayah KUDUS dan mempunyai lebih dari 30 partner kerja di seluruh wilayah pulau jawa.

v TATA CARA PEMESANAN DAN PENGIRIMAN BARANG :
Pemesanan bisa dilakukan melalui TELEPON / EMAIL yang telah di sediakan oleh bagian pemasaran / marketing kami, dengan syarat dan ketentuan yang telah di sepakatati oleh kedua belah pihak.

Untuk pengiriman, kami hanya memenuhi untuk pengiriman di wilayah indonesia. Tapi, bila si pembeli bermaksud untuk mengEKSPORT barang tersebut, kami siap membantu untuk mengurus semua kelengkapan dokumen dan pengiriman barang tersebut.
           
Pembayaran melalui Transfer dengan nomor rekening ;

Bank MANDIRI
No. Rek ; 135-00-0768639-5
A / N ; ARYADI NOR ADMOJO
                        Atau
Bank BRI
No. Rek ; 3410-01-000664-50-5
A / N ; ARYADI NOR ADMOJO

Rabu, 04 Januari 2012

GAMELINA OR JATI PUTIH

Gmelina arborea Roxb.

Famili : Verbenaceae
Nama lokal/daerah : Jati putih (Indonesia), gamari,
gumadi (India), gamar (Bangladesh), yemane
(Myanmar)


Penyebaran habitat
Menyebar alami di Nepal, India, Pakistan, Bangladesh,
Sri Lanka, Myanmar, Thailand, Laos,
Kamboja, Vietnam dan Cina Selatan. Di hutan
alam jenis ini selalu tersebar dan berkelompok
dengan jenis lain. Dijumpai di hutan yang selalu
hijau di Myanmar dan Bangladesh, dan hutan kering
menggugurkan daun di India Tengah. Sudah
ditanam luas di berbagai negara Asia Tenggara
termasuk Indonesia, Afrika Barat dan Amerika
Selatan.
Pemanfaatan
Terutama sebagai bahan konstruksi ringan dan
pulp. Beberapa bagian pohon dapat digunakan untuk
obat dan daunnya untuk pakan ternak.
1. bentuk pohon; 2. tandan bunga; 3. bunga; 4. buah; 5. biji batu; 6.
penampang biji (a. benih, b. ruang kosong, c. endokarp, d. celah biji)
Deskripsi botani
Pohon ukuran sedang, tinggi dapat mencapai lebih
(30 - 40) m, batang silindris, diameter rata-rata 50
cm kadang-kadang mencapai 140 cm. Kulit halus
atau bersisik, warna coklat muda sampai abu-abu.
Ranting halus licin atau berbulu halus. Bunga
kuning terang, mengelompok dalam tandan besar
(30-350 bunga per tandan). Daun bersilang, bergerigi
atau bercuping, berbentuk jantung, ukuran
10-25 cm x 5-18 cm. Bunga sempurna, panjang
mencapai lebih 25 mm, berbentuk tabung dengan
5 helai mahkota. Bunga mekar malam hari. Penyerbukan
umumnya dilakukan lebah.
Deskripsi buah dan benih
Buah: berdaging, panjang 20-35 mm, kulit mengkilat,
mesokarp lunak, agak manis.
Biji: keras seperti batu, panjang 16-25 mm, permukaan
licin, satu ujung bulat, ujung lain runcing.
Terdiri dari 4 ruang, jarang dijumpai 5 ruang.
Sedikitnya satu ruang berisi benih, jarang dalam
satu buah terdiri dari dua biji batu. Ukuran benih
meningkat menurut ukuran biji, yaitu panjang 6-9
mm. Berat 1.000 butir biji batu sekitar 400 gr.
Pembungaan dan pembuahan
Berbunga dan berbuah setiap tahun. Di sebaran
alami beriklim musim, mulai berbunga pada musim
kemarau ketika pohon menggugurkan daun.
Di luar sebaran alami beriklim musim, periode
pembungaan dan pembuahan tidak jelas, bunga
dan buah terlihat kira-kira sepanjang tahun. Buah
masak terjadi 1,5 bulan setelah pembungaan.
Panen buah
Buah umumnya dikumpulkan di lantai hutan.
Buah masak yang jatuh mungkin masih hijau,
kemudian berubah kuning setelah satu minggu.
Sekitar dua minggu, buah menjadi coklat dan
setelah tiga minggu menjadi hitam. Pengumpulan
lebih baik dilakukan ketika masih hijau atau
kuning. Daya kecambah benih dari buah coklat
atau hitam sangat rendah. Karena tidak semua
buah jatuh dan masak pada saat yang sama, maka
buah dikumpulkan dua kali dalam seminggu selama
beberapa bulan pengumpulan. Sebelum
pengumpulan buah, semak dan gulma di lantai hutan
dibersihkan. Produksi buah dipengaruhi umur
tegakan, kondisi ekologis dan tegakan. Produksi
benih (biji batu) berkisar 30-170 kg/ha/tahun.



Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan
Penanganan dan pemrosesan benih
Pengangkutan buah ke tempat pemrosesan hendaknya
dalam keranjang terbuka atau jaring, jangan
dimasukkan karung plastik. Untuk mencegah
fermentasi, buah segera diangkut ke tempat pembersihan
dalam 24 jam, terutama buah yang telah
kuning atau coklat. Hati-hati kerusakan daging
buah karena fermentasi dimulai dari buah yang
rusak. Di tempat pemrosesan, buah hendaknya
disortasi dalam kelompok yang segera diproses
(kuning dan coklat) dan kelompok yang memerlukan
pemasakan pasca panen (hijau kekuningan).
Pemasakan demikian dilakukan di bawah naungan
dengan menebar buah setebal 10-15 cm hingga
berubah kuning. Sortasi ini berlangsung 1
minggu. Pengupasan daging buah dalam jumlah
kecil dikerjakan secara manual dengan meggosok
buah hingga terlepas daging buahnya kemudian
dicuci dengan air. Dalam jumlah besar, menggunakan
mesin pengupas kopi. Perendaman buah
24 jam sebelum pengupasan akan memudahkan
pelepasan daging buah. Setelah pengupasan, buah
ditebar di ayakan kawat kemudian disiram air untuk
membersihkan lendir dan daging buah. Sisa
daging buah biasanya masih menempel biji setelah
pengupasan, sehingga pembersihan lanjutan
yaitu secara manual dengan menggosok biji dengan
pasir bercampur air atau secara mekanis (juga
dengan pasir) menggunakan pengaduk semen.
Tahap akhir, biji dicuci dan dijemur (2-3 hari).
Penyimpanan
Benih kering kadar 5-8% yang disimpan dalam
suhu 4-5°C dapat bertahan beberapa tahun tanpa
ada penurunan daya kecambah. Karena penjemuran
sulit menurunkan kadar air di bawah 10%,
maka benih hendaknya di oven (35-50°C) untuk
penyimpanan jangka panjang. Jika benih akan ditabur
dalam periode satu tahun setelah proses penjemuran,
maka penyimpanan dalam wadah kedap
udara sudah memadai. Untuk menghindari tikus
sebaiknya disimpan dalam wadah logam.
Dormansi dan perlakuan pendahuluan
Benih tidak mengalami dormansi dan tidak memerlukan
perlakuan pendahuluan. Sebelum ditabur
sebaiknya benih direndam dalam air dingin
selama 24 - 48 jam.
Penaburan dan perkecambahan
Benih ditabur pada bedeng tanah atau pasir yang
ditutup lapisan tipis tanah atau pasir. Kecambah
gmelina termasuk epigeal (kotiledon terangkat
dari permukaan tanah). Tergantung kondisi awal
benih berkecambah, kulit keras akan tertinggal
atau terangkat dan benih sisanya masih mungkin
berkecambah. Benih umumnya cepat berkecambah
dalam jumlah banyak. Perkecambahan sering
lebih 100%, karena dari satu biji tumbuh lebih
satu kecambah. Suhu optimal perkecambahan 30 -
31°C. Suhu rendah menurunkan perkecambahan.
Bedeng kecambah diletakkan di bawah matahari,
naungan sebagian atau penuh menurunkan daya
kecambah. Kecambah selanjutnya disapih di kantong
plastik.


Gmelina arborea di APB Sebulu, Kalimantan Timur
Daftar pustaka
Lauridsen, E.B. 1986. Seed leaflet No 6. June 1986.
Gmelina arborea, Linn. Danida Forest Seed Centre-
Humlebaek, Denmark.
Soerianegara, I. & R.H.M.J. Lemmens (eds), 1994.
Timber trees : Major Commercial Timbers. Plant resources
of South - East Asia No. 5 (1) PROSEA
Foundation, Bogor. Indonesia.
DISIAPKAN ATAS KERJA SAMA DENGAN
INDONESIA FOREST SEED PROJECT (IFSP)
Penulis: Henny Rachmawati, Djoko Iriantono dan
Christian P. Hansen, IFSP.

DITAWARKAN SEGALA MACAM BIBIT TANAMAN KERAS>>>>BERMINAT HUB. 085600674054 a/n ARYADI ( ARI )

PENAWARAN BIBIT JATI TAHUN 2015 >>>> JATI MERAH

Selamat datang di Dunia kami...
         

Kami di sini menawarkan Segala Jenis BIBIT Tanaman keras(hutan),segala jenis Tanaman Buah dan Tanaman Penghijauan. Kami juga menyediakan Jasa Pembuatan TAMAN untuk wilayah provinsi JAWA TENGAH. Harga yang kami ajukan bervariasi,Tergantung jumlah pembelian dan besar kecilnya bibit tersebut.

Adapun bibit2 yang kami tawarkan kepada anda.. sebagai berikut;;

·         JATI SUPER
·         JATI MERAH
·         JATI MAS
·         JATI SOLOMON
·         JATI BELANDA
·         MAHONI
·         TEREMBESI
·         JABON MERAH
·         JABON PUTIH
·         KETAPANG
·         ANGSANA
·         BERINGIN
·         SAWO KECIK
·         BIOLA CANTIK
·         TANJUNG
·         GAHARU
·         GLODOK TIANG
·         GLODOK BIASA
·         SENGON LAUT
·         MERANTI
·         BERBAGAI MACAM JAMBU BIJI
·         BERBAGAI MACAM JAMBU AIR
·         BERBAGAI  MACAM  POHON  CEMARA
·         DURIAN  MONTONG, TOKHONG, SUMATRA
·         PALEM MERAH, PUTRI, EKOR TUPAI, KUNING, RAJA, DLL.
·         KELENGKENG PINGPONG, DIAMOND, KRISTALIN,  DURIAN, ITOH, DLL.
·         MANGGA MANALAGI, HARUM MANIS, KELAPA, DLL.
·         SEMUA TANAMAN YANG BERSANGKUTAN DENGAN PEMBUATAN TAMAN..


Dan masih banyak lagi BIBIT yang kami sediakan untuk anda BERINVESTASI...
PESAN dan BUKTIKAN segera manfaat investasi di bidang pertanian!!


Segera hubungi kami di nomor ******* 085600674054 a/n ARYADI*******


HARGA BERSAING DENGAN YANG SUDAH ADA


v KETERANGAN :
Kami menawarkan segala jenis tanaman ( buah , penghijauan, dan hutan ). Kami mempunyai 2 cabang di wilayah KUDUS dan mempunyai lebih dari 30 partner kerja di seluruh wilayah pulau jawa.

v TATA CARA PEMESANAN DAN PENGIRIMAN BARANG :
Pemesanan bisa dilakukan melalui TELEPON / EMAIL yang telah di sediakan oleh bagian pemasaran / marketing kami, dengan syarat dan ketentuan yang telah di sepakatati oleh kedua belah pihak.

Untuk pengiriman, kami hanya memenuhi untuk pengiriman di wilayah indonesia. Tapi, bila si pembeli bermaksud untuk mengEKSPORT barang tersebut, kami siap membantu untuk mengurus semua kelengkapan dokumen dan pengiriman barang tersebut.
           
Pembayaran melalui Transfer dengan nomor rekening ;

Bank MANDIRI
No. Rek ; 135-00-0768639-5
A / N ; ARYADI NOR ADMOJO
                        Atau
Bank BRI
No. Rek ; 3410-01-000664-50-5
A / N ; ARYADI NOR ADMOJO

Minggu, 18 Desember 2011

FOTO-FOTO BERBAGAI BIBIT YANG SIAP JUAL.































specification jati SOLOMON

Deskripsi solomon
     JATI SOLOMON berasal dari klon Jati kepulauan Solomon, yang oleh para pakar Jati dibudidayakan dan dikembangkan selama puluhan tahun di kepulauan Solomon.

Jati Solomon merupakan jenis Tanaman Jati (Tectona grandis Linn.) klasifikasi botani jati yaitu sebagai berikut : 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Spermatophyta 
Kelas : Angiospermae 
Sub-kelas : Dicotyledoneae 
Ordo : Verbenales 
Famili : Verbenaceae Genus : 
Tectona Spesies : Tectona grandis Linn.
JATI SOLOMON punya ciri khas berikut :
  1. Daun tidak terlalu melebar, namum tebal, kuat dan tumbuh condong ke atas. Pasangan-pasangan daun tumbuh dengan serasi dan warna hijau kebiru-biruan(olive). 
  2. Batang tegak lurus vertical, bulat dan besar (sangat kokoh), tahan penyakit, tumbuh sangat cepat, dan relatif sedikit bercabang. 
  3. Pucuk batang relatif kuat, jarang patah karena badai atau hama, sehingga tanaman dapat tumbuh sempurna .
Tanaman Jati yang sering patah bagian pucuk, akan tumbuh bercabang-cabang, sehingga pohon tumbuh agak pendek dan hasil kayu akan berkurang.
Melihat kenyataan kebutuhan kayu dunia yang semakin meningkat setiap tahun sementara areal hutan di masing-masing negara semakin berkurang , maka dapat diperkirakan beberapa tahun lagi dunia akan semakin sulit memenuhi kebutuhan kayu bermutu. Indonesia khususnya yang beberapa tahun lalu masih merupakan salah satu sentra produksi kayu dunia , kini bahkan sudah mulai kesulitan memenuhi kebutuhan kayu dalam negeri sendiri. Untuk kayu bermutu tinggi, kayu Jati khususnya, dapat diperkirakan akan lebih sulit lagi untuk mendapatkannya, maka dapat dipastikan harga kayu jati akan semakin tinggi.
Indonesia yang letaknya di sekitar ekuator, dengan sinar matahari yang cukup intensif dan panjang, ditunjang oleh curah hujan yang cukup dan tanah subur yang masih sangat luas , di tinjau secara komersial penanaman Jati jelas mempunyai prospek yang sangat cerah. Tidak mengherankan, beberapa tahun lalu usaha penanaman Jati secara komersial di beberapa negara masih menjadi monopoli pemerintah.
Kini dengan semakin terbukanya dunia usaha, tersedianya jenis-jenis bibit Jati yang di produksi melalui kultur jaringan yang sangat unggul, tumbuh cepat dan berkualitas tinggi, khususnya pada JATI  SAMBO - SOLOMON akan menghasilkan kayu yang bermutu tinggi dan seragam dalam jumlah besar. Hal ini memperjelas prospek usaha yang lebih cerah.
Jika Anda mempunyai :
  • Area kebun yang cukup luas, 
  • Tanah kosong yang masih pikir-pikir mau dimanfaatkan untuk apa, 
  • Halaman rumah yang cukup luas, 
  • Area penghijauan di pabrik-pabrik serta instansi pemerintah & swasta, 
  • Atau jika Anda tidak mempunyai tanah tetapi sanggup menyewa tanah cukup luas dalam masa panjang ( 10 s/d 15 tahun ).
Maka sekaranglah Anda dapat mengetahui dan menentukan pilihan investasi dengan hasil yang luar biasa, lanjutkan mengetahui informasi di bawah ini.
ANALISA USAHA
Perkiraan biaya per hektar dalam 6 tahun pertama, bila 1 hektar ditanam 1.000 pohon.
Beli Bibit 1000xRp.17.500**,-/pohon                = Rp 17.500.000,-
Pupuk & Obat-obatan 1000xRp. 4.000,-/pohon = Rp. 4.000.000,-
Biaya Tanam 1000xRp. 500,-/pohon                  = Rp.    500.000,-
Biaya pemeliharaan selama 6 tahun                     = Rp.18.000.000,-
                                                                             ---------------
                                                                            Rp.40.000.000,-
Perkiraan hasil kayu (Jati muda) setelah 6 tahun pertama
500 pohon x 0,25m³ = 125m³ nilai 125m³ x Rp.5 juta,- = Rp. 750 juta,-
Perkiraan hasil kayu dari sisa penjarangan setelah berusia 15 tahun
500 pohon x 1,25m³ = 750m³ nilai 750m³ x Rp. 8 juta,-/m³ = Rp. 6,000 milyar,-
Bandingkan dengan metoda lain mana dari inevestasi yang dapat memberikan nilai tambah sebesar itu?
** Harga per kubik berubah per tahunnya ! **
Catatan
Perkiraan pengeluaran biaya per hektar akan semakin rendah bila penanaman berskala lebih besar. Hasil kayu sangat bergantung pula pada kondisi

ARTIKEL BIBIT JATI

ARTIKEL BIBIT JATI
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Tectona
Spesies:
T. grandis
Tectona grandis
Linn. f.

       Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (à´¤േà´•്à´•്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.
Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.[1] Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air.[2] Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.[1]
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati.[3] Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras.[3] Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri.[4] Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.[4]
Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae.[5] Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994.[5] Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan.[5] Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan.[5] Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan. [5]

Habitus
 jati dengan batang yang bulat lurus, tinggi total mencapai 40 m. Batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jw., bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti bambu. Kulit batang coklat kuning keabu-abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanaman jabon( antocephalus cadamba ) padahal mereka dari jenis yang berbeda.
Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

Sifat ekologis dan penyebaran
Jati menyebar luas mulai dari India, Myanmar, Laos, Kamboja, Thailand, Indochina, sampai ke Jawa. Jati tumbuh di hutan-hutan gugur, yang menggugurkan daun di musim kemarau.
Menurut sejumlah ahli botani, jati merupakan spesies asli di Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
Sekitar 70% kebutuhan jati dunia pada saat ini dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati.
Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.
Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.
Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa; ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam (Mahfudz dkk., t.t. ).
Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di Afrika tropis, Amerika tengah, Australia, Selandia Baru, Pasifik dan Taiwan.

Sebaran hutan jati di Indonesia
Di Indonesia sendiri, selain di Jawa dan Muna, jati juga dikembangkan di Bali dan Nusa Tenggara.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada upaya untuk mengembangkan jati di Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Hasilnya kurang menggembirakan. Jati mati setelah berusia dua atau tiga tahun. Masalahnya, tanah di kedua tempat ini sangat asam. Jati sendiri adalah jenis yang membutuhkan zat kalsium dalam jumlah besar, juga zat fosfor. Selain itu, jati membutuhkan cahaya matahari yang berlimpah.
Sekarang, di luar Jawa, kita dapat menemukan hutan jati secara terbatas di beberapa tempat di Pulau Sulawesi, Pulau Muna, daerah Bima di Pulau Sumbawa, dan Pulau Buru. Jati berkembang juga di daerah Lampung di Pulau Sumatera.
Pada 1817, Raffles mencatat jika hutan jati tidak ditemukan di Semenanjung Malaya atau Sumatera atau pulau-pulau berdekatan. Jati hanya tumbuh subur di Jawa dan sejumlah pulau kecil di sebelah timurnya, yaitu Madura, Bali, dan Sumbawa. Perbukitan di bagian timur laut Bima di Sumbawa penuh tertutup oleh jati pada saat itu.
Heyne, pada 1671, mencatat keberadaan jati di Sulawesi, walau hanya di beberapa titik di bagian timur. Ada sekitar 7.000 ha di Pulau Muna dan 1.000 ha di pedalaman Pulau Butung di Teluk Sampolawa. Heyne menduga jati sesungguhnya terdapat pula di Pulau Kabaena, serta di Rumbia dan Poleang, di Sulawesi Tenggara. Analisis DNA mutakhir memperlihatkan bahwa jati di Sulawesi Tenggara merupakan cabang perkembangan jati jawa.
Jati yang tumbuh di Sulawesi Selatan baru ditanam pada masa 1960an dan 1970an. Ketika itu, banyak lahan di Billa, Soppeng, Bone, Sidrap, dan Enrekang sedang dihutankan kembali. Di Billa, pertumbuhan pohon jatinya saat ini tidak kalah dengan yang ada di Pulau Jawa. Garis tengah batangnya dapat melebihi 30 cm.

Daerah sebaran hutan jati di Jawa
Sedini 1927, hutan jati tercatat menyebar di pantai utara Jawa, mulai dari Kerawang hingga ke ujung timur pulau ini. Namun, hutan jati paling banyak menyebar di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu sampai ketinggian 650 meter di atas permukaan laut. Hanya di daerah Besuki jati tumbuh tidak lebih daripada 200 meter di atas permukaan laut.
Di kedua provinsi ini, hutan jati sering terbentuk secara alami akibat iklim muson yang menimbulkan kebakaran hutan secara berkala. Hutan jati yang cukup luas di Jawa terpusat di daerah alas roban Rembang, Blora, Groboragan, dan Pati. Bahkan, jati jawa dengan mutu terbaik dihasilkan di daerah tanah perkapuran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Saat ini, sebagian besar lahan hutan jati di Jawa dikelola oleh Perhutani, sebuah perusahaan umum milik negara di bidang kehutanan. Pada 2003, luas lahan hutan Perhutani mencapai hampir seperempat luas Pulau Jawa. Luas lahan hutan jati Perhutani di Jawa mencapai sekitar 1,5 juta hektar. Ini nyaris setara dengan setengah luas lahan hutan Perhutani atau sekitar 11% luas Pulau Jawa.

Sifat-sifat kayu dan pengerjaan
Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan keindahannya. Secara teknis, kayu jati memiliki kelas kekuatan I dan kelas keawetan I. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap.
Kayu teras jati berwarna coklat muda, coklat kelabu hingga coklat merah tua. Kayu gubal, di bagian luar, berwarna putih dan kelabu kekuningan.
Meskipun keras dan kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat furniture/mebel dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah.
Dengan kehalusan tekstur dan keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu, jati banyak diolah menjadi mebel taman, mebel interior, kerajinan, panel, dan anak tangga yang berkelas.
Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati digunakan juga sebagai bahan dok pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga, dan kapal perang. Tukang kayu di Eropa pada abad ke-19 konon meminta upah tambahan jika harus mengolah jati. Ini karena kayu jati sedemikian keras hingga mampu menumpulkan perkakas dan menyita tenaga mereka. Manual kelautan Inggris bahkan menyarankan untuk menghindari kapal jung Tiongkok yang terbuat dari jati karena dapat merusak baja kapal marinir Inggris jika berbenturan.
Pada abad ke-17, tercatat jika masyarakat Sulawesi Selatan menggunakan akar jati sebagai penghasil pewarna kuning dan kuning coklat alami untuk barang anyaman mereka. Di Jawa Timur, masyarakat Pulau Bawean menyeduh daun jati untuk menghasilkan bahan pewarna coklat merah alami. Orang Lamongan memilih menyeduh tumbukan daun mudanya. Sementara itu, orang Pulau Madura mencampurkan tumbukan daun jati dengan asam jawa. Pada masa itu, pengidap penyakit kolera pun dianjurkan untuk meminum seduhan kayu dan daun jati yang pahit sebagai penawar sakit.
Jati burma sedikit lebih kuat dibandingkan jati jawa. Namun, di Indonesia sendiri, jati jawa menjadi primadona. Tekstur jati jawa lebih halus dan kayunya lebih kuat dibandingkan jati dari daerah lain di negeri ini. Produk-produk ekspor yang disebut berbahan java teak (jati jawa, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur) sangat terkenal dan diburu oleh para kolektor di luar negeri.
Menurut sifat-sifat kayunya, di Jawa orang mengenal beberapa jenis jati (Mahfudz dkk., t.t.):
  1. Jati lengo atau jati malam, memiliki kayu yang keras, berat, terasa halus bila diraba dan seperti mengandung minyak (Jw.: lengo, minyak; malam, lilin). Berwarna gelap, banyak berbercak dan bergaris.
  2. Jati sungu. Hitam, padat dan berat (Jw.: sungu, tanduk).
  3. Jati werut, dengan kayu yang keras dan serat berombak.
  4. Jati doreng, berkayu sangat keras dengan warna loreng-loreng hitam menyala, sangat indah.
  5. Jati kembang.
  6. Jati kapur, kayunya berwarna keputih-putihan karena mengandung banyak kapur. Kurang kuat dan kurang awet.
Kegunaan kayu jati
Permukaan mebel jati.
Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap.
Jati sejak lama digunakan sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal VOC yang melayari samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan rel.
Di dalam rumah, selain dimanfaatkan sebagai bahan baku furniture atau mebel jati kayu jati digunakan pula dalam struktur bangunan. Rumah-rumah tradisional Jawa, seperti rumah joglo Jawa Tengah, menggunakan kayu jati di hampir semua bagiannya: tiang-tiang, rangka atap, hingga ke dinding-dinding berukir.
Dalam industri kayu sekarang, jati diolah menjadi venir (veneer) untuk melapisi wajah kayu lapis mahal; serta dijadikan keping-keping parket (parquet) penutup lantai. Selain itu juga diekspor ke mancanegara dalam bentuk furniture luar-rumah.
Ranting-ranting jati yang tak lagi dapat dimanfaatkan untuk mebel, dimanfaatkan sebagai kayu bakar kelas satu. Kayu jati menghasilkan panas yang tinggi, sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.
Sebagian besar kebutuhan kayu jati dunia dipasok oleh Indonesia dan Myanmar.
Fungsi ekonomis hutan jati jawa: hasil hutan kayu
Sebagai jenis hutan paling luas di Pulau Jawa, hutan jati memiliki nilai ekonomis, ekologis, dan sosial yang penting.
Kayu jati jawa telah dimanfaatkan sejak zaman Kerajaan Majapahit. Jati terutama dipakai untuk membangun rumah dan alat pertanian. Sampai dengan masa Perang Dunia Kedua, orang Jawa pada umumnya hanya mengenal kayu jati sebagai bahan bangunan. Kayu-kayu bukan jati disebut ‘kayu tahun’. Artinya, kayu yang keawetannya untuk beberapa tahun saja.
Selain itu, jati digunakan dalam membangun kapal-kapal niaga dan kapal-kapal perang. Beberapa daerah yang berdekatan dengan hutan jati di pantai utara Jawa pun pernah menjadi pusat galangan kapal, seperti Tegal, Juwana, Tuban, dan Pasuruan. Namun, galang kapal terbesar dan paling kenal berada di Jepara dan Rembang, sebagaimana dicatat oleh petualang Tomé Pires pada awal abad ke-16.
VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, Kompeni Hindia Timur Belanda) bahkan sedemikian tertarik pada “emas hijau” ini hingga berkeras mendirikan loji pertama mereka di Pulau Jawa —tepatnya di Jepara— pada 1651. VOC juga memperjuangkan izin berdagang jati melalui Semarang, Jepara, dan Surabaya. Ini karena mereka menganggap perdagangan jati akan jauh lebih menguntungkan daripada perdagangan rempah-rempah dunia yang saat itu sedang mencapai puncak keemasannya.
Di pertengahan abad ke-18, VOC telah mampu menebang jati secara lebih modern. Dan, sebagai imbalan bantuan militer mereka kepada Kerajaan Mataram di awal abad ke-19, VOC juga diberikan izin untuk menebang lahan hutan jati yang luas.
VOC lantas mewajibkan para pemuka bumiputera untuk menyerahkan kayu jati kepada VOC dalam jumlah tertentu yang besar. Melalui sistem blandong, para pemuka bumiputera ini membebankan penebangan kepada rakyat di sekitar hutan. Sebagai imbalannya, rakyat dibebaskan dari kewajiban pajak lain. Jadi, sistem blandong tersebut merupakan sebentuk kerja paksa.
VOC kemudian memboyong pulang gelondongan jati jawa ke Amsterdam dan Rotterdam. Kedua kota pelabuhan terakhir ini pun berkembang menjadi pusat-pusat industri kapal kelas dunia.
Di pantai utara Jawa sendiri, galangan-galangan kapal Jepara dan Rembang tetap sibuk hingga pertengahan abad ke-19. Mereka gulung tikar hanya setelah banyak pengusaha perkapalan keturunan Arab lebih memilih tinggal di Surabaya. Lagipula, saat itu kapal lebih banyak dibuat dari logam dan tidak banyak bergantung pada bahan kayu.
Namun, pascakemerdekaan negeri ini, jati jawa masih sangat menguntungkan. Produksi jati selama periode emas 1984-1988 mencapai 800.000 m3/tahun. Ekspor kayu gelondongan jati pada 1989 mencapai 46.000 m3, dengan harga jual dasar 640 USD/m3.
Pada 1990, ekspor gelondongan jati dilarang oleh pemerintah karena kebutuhan industri kehutanan di dalam negeri yang melonjak. Sekalipun demikian, Perhutani mencatat bahwa sekitar 80% pendapatan mereka dari penjualan semua jenis kayu pada 1999 berasal dari penjualan gelondongan jati di dalam negeri. Pada masa yang sama, sekitar 89% pendapatan Perhutani dari ekspor produk kayu berasal dari produk-produk jati, terutama yang berbentuk garden furniture (mebel taman).

Manfaat yang lain
Daun jati dimanfaatkan secara tradisional di Jawa sebagai pembungkus, termasuk pembungkus makanan. Nasi yang dibungkus dengan daun jati terasa lebih nikmat. Contohnya adalah nasi jamblang yang terkenal dari daerah Jamblang, Cirebon.
Daun jati juga banyak digunakan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagai pembungkus tempe.
Berbagai jenis serangga hama jati juga sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan orang desa. Dua di antaranya adalah belalang jati (Jw. walang kayu), yang besar berwarna kecoklatan, dan ulat-jati (Endoclita). Ulat jati bahkan kerap dianggap makanan istimewa karena lezatnya. Ulat ini dikumpulkan menjelang musim hujan, di pagi hari ketika ulat-ulat itu bergelantungan turun dari pohon untuk mencari tempat untuk membentuk kepompong (Jw. ungkrung). Kepompong ulat jati pun turut dikumpulkan dan dimakan.

Fungsi ekonomis lain dari hutan jati jawa
Jika berkunjung ke hutan-hutan jati di Jawa, kita akan melihat bahwa kawasan-kawasan itu memiliki fungsi ekonomis lain di samping menghasilkan kayu jati.
Banyak pesanggem (petani) yang hidup di desa hutan jati memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka. Daun jati, yang lebar berbulu dan gugur di musim kemarau itu, mereka pakai sebagai pembungkus makanan dan barang. Cabang dan ranting jati menjadi bahan bakar bagi banyak rumah tangga di desa hutan jati.
Hutan jati terutama menyediakan lahan garapan. Di sela-sela pepohonan jati, para petani menanam palawija berbanjar-banjar. Dari hutan jati sendiri, mereka dapat memperoleh penghasilan tambahan berupa madu, sejumlah sumber makanan berkarbohidrat, dan obat-obatan.
Makanan pengganti nasi yang tumbuh di hutan jati misalnya adalah gadung (Dioscorea hispida) dan uwi (Dioscorea alata). Bahkan, masyarakat desa hutan jati juga memanfaatkan iles-iles (Ammorphophallus) pada saat paceklik. Tumbuhan obat-obatan tradisional seperti kencur (Alpina longa), kunyit (Curcuma domestica), jahe (Zingiber officinale), dan temu lawak (Curcuma longa) tumbuh di kawasan hutan ini.
Pohon jati juga menghasilkan bergugus-gugus bunga keputihan yang merekah tak lama setelah fajar. Masa penyerbukan bunga jati yang terbaik terjadi di sekitar tengah hati —setiap bunga hidup hanya sepanjang satu hari. Penyerbukan bunga dilakukan oleh banyak serangga, tetapi terutama oleh jenis-jenis lebah. Oleh karena itu, penduduk juga sering dapat memanen madu lebah dari hutan-hutan jati.
Masyarakat desa hutan jati di Jawa juga biasa memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Jenis ternak tersebut memerlukan rumput-rumputan sebagai pakan. Walaupun para petani kadang akan mudah mendapatkan rerumputan di sawah atau tegal, mereka lebih banyak memanfaatkan lahan hutan sebagai sumber penghasil makanan ternak. Dengan melepaskan begitu saja ternak ke dalam hutan, ternak akan mendapatkan beragam jenis pakan yang diperlukan. Waktu yang tidak dipergunakan oleh keluarga petani untuk mengumpulkan rerumputan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.

Fungsi non-ekonomis hutan jati jawa
Pada 2003, sekitar 76% lahan hutan jati Perhutani di Jawa dikukuhkan sebagai hutan produksi, yaitu kawasan hutan dengan fungsi pokok memproduksi hasil hutan (terutama kayu). Hanya kurang dari 24% hutan jati Perhutani dikukuhkan sebagai hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, dan cagar alam.
Mengingat lahannya yang relatif cukup luas, hutan jati dipandang memiliki fungsi-fungsi non-ekonomis yang penting. Fungsi-fungsi non-ekonomis tersebut adalah sebagai berikut:

Fungsi penyangga ekosistem
Tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

Fungsi biologis
Jika hutan jati berbentuk hutan murni —sehingga lebih seperti ‘kebun’ jati— erosi tanah justru akan lebih besar terjadi. Tajuk jati rakus cahaya matahari sehingga cabang-cabangnya tidak semestinya bersentuhan. Perakaran jati juga tidak tahan bersaing dengan perakaran tanaman lain. Dengan demikian, serasah tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.
Untunglah, hutan jati berkembang dengan sejumlah tanaman yang lebih beragam. Di dalam hutan jati, kita dapat menemukan bungur (Lagerstroemia speciosa), dlingsem (Homalium tomentosum), dluwak (Grewia paniculata), katamaka (Kleinhovia hospita), kemloko (Phyllanthus emblica), Kepuh (Sterculia foetida), kesambi (Schleichera oleosa), laban (Vitex pubscens), ploso (Butea monosperma), serut (Streblus asper), trengguli (Cassia fistula), winong (Tetrameles nudflora), dan lain-lain. Lamtoro (Leucenia leucocephalla) dan akasia (Acacia villosa) pun ditanam sebagai tanaman sela untuk menahan erosi tanah dan menambah kesuburan tanah.
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).
Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung —satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.

Fungsi sosial
Banyak lahan hutan jati di Jawa, baik yang dikukuhkan sebagai hutan produksi maupun hutan non-produksi, memberikan layanan sebagai pusat penelitian dan pendidikan, pusat pemantauan alam, tempat berekreasi dan pariwisata, serta sumber pengembangan budaya.
Yang mungkin paling menarik untuk dikunjungi adalah Monumen Gubug Payung di Cepu, Blora, Jawa Tengah. Tempat ini merupakan museum hidup dari pepohonan jati yang berusia lebih dari seabad, setinggi rata-rata di atas 39 meter dan berdiameter rata-rata 89 sentimeter.
Kita dapat menikmati pemandangan hutan dari ketinggian dengan menumpang loko “Bahagia”. Di sini, kita juga dapat meninjau Arboretum Jati; hutan buatan dengan koleksi 32 jenis pohon jati yang tumbuh di seluruh Indonesia. Ada juga Puslitbang Cepu yang mengembangkan bibit jati unggul yang dikenal sebagai JPP (Jati Plus Perhutani). Pengunjung boleh membeli sapihan jati dan menanamnya sendiri di sini. Pengelola kemudian akan merawat dan menamai pohon itu sesuai dengan nama pengunjung bersangkutan.


Referensi
1.      Akram M, Aftab F. 2007. In vitro micropropagation and rhizogenesis of teak (Tectona grandis L.). Pak J Biochem Mol Biol 40(3): 125-128.
2.      BIOTROP. 2010. Services laboratory – SEAMEO BIOTROP. [terhubung berkala]. [5 Feb 2010].
3.      Tiwari SK, Tiwari KP, Siril EA. 2002. An improved micropropagation protocol for teak. Plant Cell Tissue Organ Cul 71: 1-6.
4.      Ahuja MR. 1993. Micropropagations of Woody Plants. Kluwer Academic Publishers: Netherlands.
5.      Balasundaran M, Sharma JK, Florence EJM, Mohanan C. 1995. Leaf spot diseases of teak and their impact on seedling production in nurseries. [terhubung berkala]. [5 Feb 2010].